Malaikat Pelindung
Oleh Jesica
Grace Utomo
Siang hari ...
Hari itu sangat panas. Kendaraan bermotor lalu lalang. Dari kejauhan,
terdengar suara tangisan keras. Seorang gadis kecil menangis keras diatas
pangkuan mamanya yang mencoba menangkap anak itu supaya tidak keluar. Suara
tangisan itu seolah menelan suara bising dari kendaraan-kendaraan motor yang
sedang melaju kencang. Jalanan semakin ramai dan aspalnya mengilat-ngilat
dibawah becak yang dengan kecepatan tinggi menuruni jalan itu.
“Mama ... mama ...
! Huaaaaa” sambil meronta-ronta melepaskan pelukan mamanya.
“Diam .. ! Nurut sama mama!” sambil memegangi Jessy dengan kuat.
“Jessy maunya sama
nenek ma ! Nggak mau sama mereka ! huuuaaa ....” berteriak semakin keras
“Sekali tidak tetap tidak !”
Sementara itu dari kejauhan
terlihat seorang wanita mengikuti mereka dari belakang dan melihat semua itu
dari motornya. Hanya kaku dan diam. Perlahan, air mata menetes dari pipinya
seolah merasakan bagaimana kesedihan anak kecil itu. Rasa nyeri dan sedih
menjalari hatinya. Ingin rasanya merebut anak kecil itu kedekapannya dan
membawanya pulang ke rumah. Namun tak bisa ......
Sore hari ...
Disebuah rumah tua ...
“Berikan ini
kepada minumannya.” Pinta Bapak tua sambil memberikan seplastik kecil berisi
bubuk putih.
“Baiklah, terima
kasih Pak..” balas Tante Rosa sambil menerima bubukan itu.
Tak ada yang tahu bagaimana perasaan perempuan tua berambut keriting itu.
Hatinya sedih bercampur dengan rindu. Kecemasan selalu menghantuinya dirinya.
Rasa kesepian pun selalu menemaninya. 5tahun sudah ia menghabiskan waktunya
bersama anak kecil itu. Ya, waktu yang lama. Bahkan ia menjadi sosok yang
melebihi ibu dari anak kecil itu. Kasih sayangnya selalu ada. Namun semua
berakhir karena orang-orang yang jahat. Ia hanya dapat diam dan melamun. Hanya
doa-doa yang dapat ia kirimkan pada anak kecil itu. Berharap ada malaikat yang
selalu melindunginya dari segala sesuatu yang jahat dan tidak benar.
Malam bertabur bintang kini kembali menyambut malam yang sepi bagi Jessy. Malam
itu ia hanya dapat diam memandangi mainan-mainan yang berserakan disekitanya.
Matanya bengkak akibat menangis tadi siang. Ada lengkungan hitam dibawah
kelopak matanya. Ia ingin menangis, namun sepertinya air mata itu sudah habis.
Hanya ada perasaan-perasaan itu. Kecil, lemah, rapuh, dan kesepian dihatinya. Sendirian
dan kesepian. Tak ada rasa lapar atau haus, namun yang tersisa adalah perasaan
rindu dan ingin berada didekapannya. Sempat terlintas ide brilian diotaknya. Pergi.
Ya pergi. Kemanapun itu. Itu adalah jalan satu-satunya untuk keluar dari rumah
itu.
Tiba-tiba terdengar suara keras orang itu. Ya, orang yang sangat
menyebalkan dan membuatnya berakhir disitu. Karena dialah, sekarang ia tidak
bisa berada dengan neneknya. Ia mendongak dan mendengar suara perempuan itu
memanggilnya untuk makan. Ia tidak
menjawab sama sekali. Ia rindu dengan suara halus dan lembut neneknya, bukan
seperti ini. Ia berjalan pelan, duduk dimeja makan, dan hanya memandangi
makanan yang ada dimeja itu tanpa menyentuh sedikitpun.
Hari-hari itu berjalan semakin
sulit saja. Beberapa hari tidak ada makanan yang masuk ke tubuhnya. Badannya
menjadi kurus. Pipinya semakin menyusut.
Tante Rosa menyuruh mama Jessy
untuk memberikan minuman yang sudah dicampur dengan bubukan ke Jessy. Ia yakin,
dengan minuman itu Jessy tidak akan mengingat apa-apa lagi tentang neneknya.
Dan akan menuruti semua kemauan mamanya.
“Jessy.. mama
pulang .. ! Kamu minum minuman ini ..” kata mama Jessy sambil memberikan sebuah botol bergambarkan winnie
the pooh.
Jessy mendongak dan mengambil minuman
dari genggaman mamanya.
Lalu ia menuju ke dapur.
Ia mulai memutar tutup tempat minum itu. Namun, tiba-tiba saja ia berpikir
untuk menuangkan minuman itu ke bak cucian piring. Entah kenapa dan darimana.
Pikiran itu terlintas begitu saja. Lalu ia menuang habis air didalam tempat
minuman itu ke dalam bak cucian.
Mama Jessy masuk kedalam dapur dan melihat semua itu dari belakang. Ia
hanya dapat terdiam dan melongo. Ia tertegun kenapa Jessy tidak meminum minuman
itu dan membuangnya seolah ia diselamatkan oleh sesuatu. Ia sadar akan sesuatu
yang selama ini tidak ia ketahui. Kasih sayang yang sesungguhnya. Kasih yang
tulus. Ia menyadari bahwa selama ini ia terlalu sibuk dengan urusannya sendiri.
Namun, ada seorang wanita yang menyayangi anaknya seperti itu. Bahkan melebihi
dirinya. Butir-butir air jatuh perlahan dari kelopak matanya. Lalu ia memeluk
dan menggendong Jessy dari belakang.
Hembusan angin kembali membelai
wajahku, dan membangunkan lamunan kecilku. Kembali aku tersadar. Aku mendongak
keatas dan melihat burung-burung kecil yang berkicau ria diatas sana. Sekarang,
aku berdiri didepan batu nisan berwarna abu tua diatas sebuah bukit kecil.
Tercium bau bunga harum yang membuatku teringat wajahnya yang lembut dan penuh
kasih sayang itu. Disini adalah tempat peristirahatan terakhirnya didunia.
Mungkin ia sekarang sudah tiada, namun kasih sayang dan cintanya selalu akan
ada dihatiku. Tidak ada yang dapat menggantikannya. Ia adalah malaikat
pelindungku ...
0 komentar:
Posting Komentar