12 September 2014

Malaikat Pelindung

Malaikat Pelindung

Oleh Jesica Grace Utomo

Siang hari ...
Hari itu sangat panas. Kendaraan bermotor lalu lalang. Dari kejauhan, terdengar suara tangisan keras. Seorang gadis kecil menangis keras diatas pangkuan mamanya yang mencoba menangkap anak itu supaya tidak keluar. Suara tangisan itu seolah menelan suara bising dari kendaraan-kendaraan motor yang sedang melaju kencang. Jalanan semakin ramai dan aspalnya mengilat-ngilat dibawah becak yang dengan kecepatan tinggi menuruni jalan itu.
 “Mama ... mama ... ! Huaaaaa” sambil meronta-ronta melepaskan pelukan mamanya.
“Diam .. ! Nurut sama mama!” sambil memegangi Jessy dengan kuat.
 “Jessy maunya sama nenek ma ! Nggak mau sama mereka ! huuuaaa ....” berteriak semakin keras
 “Sekali tidak tetap tidak !”
     Sementara itu dari kejauhan terlihat seorang wanita mengikuti mereka dari belakang dan melihat semua itu dari motornya. Hanya kaku dan diam. Perlahan, air mata menetes dari pipinya seolah merasakan bagaimana kesedihan anak kecil itu. Rasa nyeri dan sedih menjalari hatinya. Ingin rasanya merebut anak kecil itu kedekapannya dan membawanya pulang ke rumah. Namun tak bisa ......
Sore hari ...
Disebuah rumah tua ...
 “Berikan ini kepada minumannya.” Pinta Bapak tua sambil memberikan seplastik kecil berisi bubuk putih.
 “Baiklah, terima kasih Pak..” balas Tante Rosa sambil menerima bubukan itu.
Tak ada yang tahu bagaimana perasaan perempuan tua berambut keriting itu. Hatinya sedih bercampur dengan rindu. Kecemasan selalu menghantuinya dirinya. Rasa kesepian pun selalu menemaninya. 5tahun sudah ia menghabiskan waktunya bersama anak kecil itu. Ya, waktu yang lama. Bahkan ia menjadi sosok yang melebihi ibu dari anak kecil itu. Kasih sayangnya selalu ada. Namun semua berakhir karena orang-orang yang jahat. Ia hanya dapat diam dan melamun. Hanya doa-doa yang dapat ia kirimkan pada anak kecil itu. Berharap ada malaikat yang selalu melindunginya dari segala sesuatu yang jahat dan tidak benar.
Malam bertabur bintang kini kembali menyambut malam yang sepi bagi Jessy. Malam itu ia hanya dapat diam memandangi mainan-mainan yang berserakan disekitanya. Matanya bengkak akibat menangis tadi siang. Ada lengkungan hitam dibawah kelopak matanya. Ia ingin menangis, namun sepertinya air mata itu sudah habis. Hanya ada perasaan-perasaan itu. Kecil, lemah, rapuh, dan kesepian dihatinya. Sendirian dan kesepian. Tak ada rasa lapar atau haus, namun yang tersisa adalah perasaan rindu dan ingin berada didekapannya. Sempat terlintas ide brilian diotaknya. Pergi. Ya pergi. Kemanapun itu. Itu adalah jalan satu-satunya untuk keluar dari rumah itu.
Tiba-tiba terdengar suara keras orang itu. Ya, orang yang sangat menyebalkan dan membuatnya berakhir disitu. Karena dialah, sekarang ia tidak bisa berada dengan neneknya. Ia mendongak dan mendengar suara perempuan itu memanggilnya untuk  makan. Ia tidak menjawab sama sekali. Ia rindu dengan suara halus dan lembut neneknya, bukan seperti ini. Ia berjalan pelan, duduk dimeja makan, dan hanya memandangi makanan yang ada dimeja itu tanpa menyentuh sedikitpun.
     Hari-hari itu berjalan semakin sulit saja. Beberapa hari tidak ada makanan yang masuk ke tubuhnya. Badannya menjadi kurus. Pipinya semakin menyusut.
     Tante Rosa menyuruh mama Jessy untuk memberikan minuman yang sudah dicampur dengan bubukan ke Jessy. Ia yakin, dengan minuman itu Jessy tidak akan mengingat apa-apa lagi tentang neneknya. Dan akan menuruti semua kemauan mamanya.
 “Jessy.. mama pulang .. ! Kamu minum minuman ini ..” kata mama Jessy sambil  memberikan sebuah botol bergambarkan winnie the pooh.
Jessy mendongak dan mengambil minuman dari genggaman mamanya.
Lalu ia menuju ke dapur.
Ia mulai memutar tutup tempat minum itu. Namun, tiba-tiba saja ia berpikir untuk menuangkan minuman itu ke bak cucian piring. Entah kenapa dan darimana. Pikiran itu terlintas begitu saja. Lalu ia menuang habis air didalam tempat minuman itu ke dalam bak cucian.
Mama Jessy masuk kedalam dapur dan melihat semua itu dari belakang. Ia hanya dapat terdiam dan melongo. Ia tertegun kenapa Jessy tidak meminum minuman itu dan membuangnya seolah ia diselamatkan oleh sesuatu. Ia sadar akan sesuatu yang selama ini tidak ia ketahui. Kasih sayang yang sesungguhnya. Kasih yang tulus. Ia menyadari bahwa selama ini ia terlalu sibuk dengan urusannya sendiri. Namun, ada seorang wanita yang menyayangi anaknya seperti itu. Bahkan melebihi dirinya. Butir-butir air jatuh perlahan dari kelopak matanya. Lalu ia memeluk dan menggendong Jessy dari belakang.

     Hembusan angin kembali membelai wajahku, dan membangunkan lamunan kecilku. Kembali aku tersadar. Aku mendongak keatas dan melihat burung-burung kecil yang berkicau ria diatas sana. Sekarang, aku berdiri didepan batu nisan berwarna abu tua diatas sebuah bukit kecil. Tercium bau bunga harum yang membuatku teringat wajahnya yang lembut dan penuh kasih sayang itu. Disini adalah tempat peristirahatan terakhirnya didunia. Mungkin ia sekarang sudah tiada, namun kasih sayang dan cintanya selalu akan ada dihatiku. Tidak ada yang dapat menggantikannya. Ia adalah malaikat pelindungku ...

0 komentar:

Posting Komentar